Puisi
Puisi (dari bahasa Yunani
kuno: ποιέω/ποιῶ (poiéo/poió) = I create) adalah seni tertulis di mana bahasa
digunakan untuk kualitas estetiknya untuk tambahan, atau selain arti
semantiknya.
Penekanan pada segi estetik
suatu bahasa dan penggunaan sengaja pengulangan, meter dan rima adalah yang
membedakan puisi dari prosa. Namun perbedaan ini masih diperdebatkan. Beberapa
ahli modern memiliki pendekatan dengan mendefinisikan puisi tidak sebagai jenis
literatur tapi sebagai perwujudan imajinasi manusia, yang menjadi sumber segala
kreativitas. Selain itu puisi juga merupakan curahan isi hati seseorang yang
membawa orang lain ke dalam keadaan hatinya.
Baris-baris pada puisi dapat
berbentuk apa saja (melingkar, zigzag dan lain-lain). Hal tersebut merupakan
salah satu cara penulis untuk menunjukkan pemikirannnya. Puisi kadang-kadang
juga hanya berisi satu kata/suku kata yang terus diulang-ulang. Bagi pembaca
hal tersebut mungkin membuat puisi tersebut menjadi tidak dimengerti. Tapi
penulis selalu memiliki alasan untuk segala 'keanehan' yang diciptakannya. Tak
ada yang membatasi keinginan penulis dalam menciptakan sebuah puisi. Ada
beberapa perbedaan antara puisi lama dan puisi baru
Namun beberapa kasus
mengenai puisi modern atau puisi cyber belakangan ini makin memprihatinkan jika
ditilik dari pokok dan kaidah puisi itu sendiri yaitu 'pemadatan kata'.
Kebanyakan penyair aktif sekarang baik
pemula ataupun bukan lebih mementingkan
gaya bahasa dan bukan pada pokok puisi tersebut.
Di dalam puisi juga biasa
disisipkan majas yang membuat puisi itu semakin indah. Majas tersebut juga ada
bemacam, salah satunya adalah sarkasme yaitu sindiran langsung dengan kasar.
Di beberapa daerah di
Indonesia puisi juga sering dinyanyikan dalam bentuk pantun. Mereka enggan atau
tak mau untuk melihat kaidah awal puisi tersebut.
Hal-hal
membaca puisi
Hal- hal yang perlu
diperhatikan dalam membaca puisi sebagai berikut:
1.
Ketepatan ekspresi/mimik
2.
Ekpresi adalah pernyataan perasaan hasil
penjiwaan puisi. Mimik adalah gerak air muka.
3.
Kinesik yaitu gerak anggota tubuh.
4.
Kejelasan artikulasi
Artikulasi yaitu ketepatan
dalam melafalkan kata- kata.Timbre yaitu warna bunyi suara (bawaan) yang
dimilikinya.Dinamik artinya keras lembut, tinggi rendahnya suara.Intonasi atau
lagu suara.
Dalam sebuah puisi, ada tiga
jenis intonasi antara lain sebagai berikut :
1.
Tekanan dinamik yaitu tekanan pada kata- kata
yang dianggap penting.
2.
Tekanan nada yaitu tekanan tinggi rendahnya
suara. Misalnya suara tinggi menggambarkan keriangan, marah, takjud, dan sebagainya.
Suara rendah mengungkapkan kesedihan, pasrah, ragu, putus asa dan sebagainya.
3.
Tekanan tempo yaitu cepat lambat pengucapan
suku kata atau kata.
Unsur-unsur
puisi
Unsur-unsur puisi meliputi
struktur fisik dan struktur batin puisi
Struktur
fisik puisi
Struktur fisik puisi terdiri
dari:
Perwajahan puisi
(tipografi), yaitu bentuk puisi seperti halaman yang tidak dipenuhi kata-kata,
tepi kanan-kiri, pengaturan barisnya, hingga baris puisi yang tidak selalu
dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik. Hal-hal tersebut
sangat menentukan pemaknaan terhadap puisi.
Diksi, yaitu pemilihan
kata-kata yang dilakukan oleh penyair dalam puisinya. Karena puisi adalah
bentuk karya sastra yang sedikit kata-kata dapat mengungkapkan banyak hal, maka
kata-katanya harus dipilih secermat mungkin. Pemilihan kata-kata dalam puisi
erat kaitannya dengan makna, keselarasan bunyi, dan urutan kata.
Imaji, yaitu kata atau
susunan kata-kata yang dapat mengungkapkan pengalaman indrawi, seperti
penglihatan, pendengaran, dan perasaan. Imaji dapat dibagi menjadi tiga, yaitu
imaji suara (auditif), imaji penglihatan (visual), dan imaji raba atau sentuh
(imaji taktil). Imaji dapat mengakibatkan pembaca seakan-akan melihat,
medengar, dan merasakan seperti apa yang dialami penyair.
Kata konkret, yaitu kata
yang dapat ditangkap dengan indera yang memungkinkan munculnya imaji. Kata-kata
ini berhubungan dengan kiasan atau lambang. Misalnya kata kongkret “salju:
melambangkan kebekuan cinta, kehampaan hidup, dll., sedangkan kata kongkret
“rawa-rawa” dapat melambangkan tempat kotor, tempat hidup, bumi, kehidupan,
dll.
Gaya bahasa, yaitu
penggunaan bahasa yang dapat menghidupkan/meningkatkan efek dan menimbulkan
konotasi tertentu. Bahasa figuratif menyebabkan puisi menjadi prismatis,
artinya memancarkan banyak makna atau kaya akan makna. Gaya bahasa disebut juga
majas. Adapaun macam-amcam majas antara lain metafora, simile, personifikasi,
litotes, ironi, sinekdoke, eufemisme, repetisi, anafora, pleonasme, antitesis,
alusio, klimaks, antiklimaks, satire, pars pro toto, totem pro parte, hingga
paradoks.
Rima/Irama adalah persamaan
bunyi pada puisi, baik di awal, tengah, dan akhir baris puisi. Rima mencakup:
Onomatope (tiruan terhadap
bunyi, misal /ng/ yang memberikan efek magis pada puisi Sutadji C.B.),
Bentuk intern pola bunyi
(aliterasi, asonansi, persamaan akhir, persamaan awal, sajak berselang, sajak
berparuh, sajak penuh, repetisi bunyi [kata], dan sebagainya
Pengulangan kata/ungkapan.
Ritma merupakan tinggi rendah, panjang pendek, keras lemahnya bunyi. Rima
sangat menonjol dalam pembacaan puisi.
Struktur
batin puisi
Struktur batin puisi terdiri
dari
Tema/makna (sense); media
puisi adalah bahasa. Tataran bahasa adalah hubungan tanda dengan makna, maka
puisi harus bermakna, baik makna tiap kata, baris, bait, maupun makna
keseluruhan.
Rasa (feeling), yaitu sikap
penyair terhadap pokok permasalahan yang terdapat dalam puisinya. Pengungkapan
tema dan rasa erat kaitannya dengan latar belakang sosial dan psikologi
penyair, misalnya latar belakang pendidikan, agama, jenis kelamin, kelas
sosial, kedudukan dalam masyarakat, usia, pengalaman sosiologis dan psikologis,
dan pengetahuan. Kedalaman pengungkapan tema dan ketepatan dalam menyikapi
suatu masalah tidak bergantung pada kemampuan penyairmemilih kata-kata, rima,
gaya bahasa, dan bentuk puisi saja, tetapi lebih banyak bergantung pada
wawasan, pengetahuan, pengalaman, dan kepribadian yang terbentuk oleh latar
belakang sosiologis dan psikologisnya.
Nada (tone), yaitu sikap
penyair terhadap pembacanya. Nada juga berhubungan dengan tema dan rasa.
Penyair dapat menyampaikan tema dengan nada menggurui, mendikte, bekerja sama
dengan pembaca untuk memecahkan masalah, menyerahkan masalah begitu saja kepada
pembaca, dengan nada sombong, menganggap bodoh dan rendah pembaca, dll.
Amanat/tujuan/maksud
(itention); yaitu pesan yang ingin disampaikan penyair kepada pembaca
Jenis-jenis
puisi
Menurut zamannya, puisi
dibedakan atas puisi lama dan puisi baru
Puisi
lama
Puisi lama adalah puisi yang
terikat oleh aturan-aturan. Aturan- aturan itu antara lain :
Jumlah kata dalam 1 baris
Jumlah baris dalam 1 bait
Persajakan (rima)
Banyak suku kata tiap baris
Irama
Ciri puisi lama:
Merupakan puisi rakyat yang
tak dikenal nama pengarangnya.
Disampaikan lewat mulut ke
mulut, jadi merupakan sastra lisan.
Sangat terikat oleh
aturan-aturan seperti jumlah baris tiap bait, jumlah suku kata maupun rima.
Jenis-jenis puisi lama
Mantra adalah ucapan-ucapan
yang dianggap memiliki kekuatan gaib.
Contoh:
Assalammu’alaikum putri
satulung besar
Yang beralun berilir
simayang
Mari kecil, kemari
Aku menyanggul rambutmu
Aku membawa sadap gading
Akan membasuh mukamu
Pantun adalah puisi yang
bercirikan bersajak a-b-a-b, tiap bait 4 baris, tiap baris terdiri dari 8-12
suku kata, 2 baris awal sebagai sampiran, 2 baris berikutnya sebagai isi.
Pembagian pantun menurut isinya terdiri dari pantun anak, muda-mudi,
agama/nasihat, teka-teki, jenaka.
Contoh:
Kalau ada jarum patah
Jangan dimasukkan ke dalam
peti
Kalau ada kataku yang salah
Jangan dimasukkan ke dalam
hati
Karmina adalah pantun kilat
seperti pantun tetapi pendek.
Contoh:
Dahulu parang sekarang besi
(a)
Dahulu sayang sekarang benci
(a)
Seloka adalah pantun
berkait.
Contoh:
Lurus jalan ke Payakumbuh,
Kayu jati bertimbal jalan
Di mana hati tak kan rusuh,
Ibu mati bapak berjalan
Gurindam adalah puisi yang
berdirikan tiap bait 2 baris, bersajak a-a-a-a, berisi nasihat.
Contoh:
Kurang pikir kurang siasat
(a)
Tentu dirimu akan tersesat
(a)
Barangsiapa tinggalkan
sembahyang (b)
Bagai rumah tiada bertiang
(b)
Jika suami tiada berhati
lurus (c)
Istri pun kelak menjadi
kurus (c)
Syair adalah puisi yang
bersumber dari Arab dengan ciri tiap bait 4 baris, bersajak a-a-a-a, berisi
nasihat atau cerita.
Contoh:
Pada zaman dahulu kala (a)
Tersebutlah sebuah cerita
(a)
Sebuah negeri yang aman
sentosa (a)
Dipimpin sang raja nan
bijaksana (a)
Talibun adalah pantun genap
yang tiap bait terdiri dari 6, 8, ataupun 10 baris.
Contoh:
Kalau anak pergi ke pekan
Yu beli belanak pun beli
sampiran
Ikan panjang beli dahulu
Kalau anak pergi berjalan
Ibu cari sanak pun cari isi
Induk semang cari dahulu
Puisi
baru
Puisi baru bentuknya lebih
bebas daripada puisi lama baik dalam segi jumlah baris, suku kata, maupun rima.
Ciri-ciri Puisi Baru:
Bentuknya rapi, simetris;
Mempunyai persajakan akhir
(yang teratur);
Banyak mempergunakan pola
sajak pantun dan syair meskipun ada pola yang lain;
Sebagian besar puisi empat
seuntai;
Tiap-tiap barisnya atas
sebuah gatra (kesatuan sintaksis)
Tiap gatranya terdiri atas
dua kata (sebagian besar) : 4-5 suku kata.
Jenis-jenis puisi baru
Menurut isinya, puisi dibedakan atas :
Balada adalah puisi berisi
kisah/cerita. Balada jenis ini terdiri dari 3 (tiga) bait, masing-masing dengan
8 (delapan) larik dengan skema rima a-b-a-b-b-c-c-b. Kemudian skema rima
berubah menjadi a-b-a-b-b-c-b-c. Larik terakhir dalam bait pertama digunakan
sebagai refren dalam bait-bait berikutnya. Contoh: Puisi karya Sapardi Djoko
Damono yang berjudul “Balada Matinya Seorang Pemberontak”.
Himne adalah puisi pujaan
untuk Tuhan, tanah air, atau pahlawan. Ciri-cirinya adalah lagu pujian untuk
menghormati seorang dewa, Tuhan, seorang pahlawan, tanah air, atau almamater
(Pemandu di Dunia Sastra). Sekarang ini, pengertian himne menjadi berkembang.
Himne diartikan sebagai puisi yang dinyanyikan, berisi pujian terhadap sesuatu
yang dihormati (guru, pahlawan, dewa, Tuhan) yang bernapaskan ketuhanan.
Contoh:
Bahkan batu-batu yang keras
dan bisu
Mengagungkan nama-Mu dengan
cara sendiri
Menggeliat derita pada lekuk
dan liku
bawah sayatan khianat dan
dusta.
Dengan hikmat selalu
kupandang patung-Mu
menitikkan darah dari tangan
dan kaki
dari mahkota duri dan
membulan paku
Yang dikarati oleh dosa
manusia.
Tanpa luka-luka yang lebar
terbuka
dunia kehilangan sumber
kasih
Besarlah mereka yang dalam
nestapa
mengenal-Mu tersalib di
datam hati.
(Saini S.K)
Ode adalah puisi sanjungan
untuk orang yang berjasa. Nada dan gayanya sangat resmi (metrumnya ketat),
bernada anggun, membahas sesuatu yang mulia, bersifat menyanjung baik terhadap
pribadi tertentu atau peristiwa umum.
Contoh:
Generasi Sekarang
Di atas puncak gunung
fantasi
Berdiri aku, dan dari sana
Mandang ke bawah, ke tempat
berjuang
Generasi sekarang di panjang
masa
Menciptakan kemegahan baru
Pantun keindahan Indonesia
Yang jadi kenang-kenangan
Pada zaman dalam dunia
(Asmara Hadi)
Epigram adalah puisi yang
berisi tuntunan/ajaran hidup. Epigram berasal dari Bahasa Yunani epigramma yang
berarti unsur pengajaran; didaktik; nasihat membawa ke arah kebenaran untuk
dijadikan pedoman, ikhtibar; ada teladan.
Contoh:
Hari ini tak ada tempat
berdiri
Sikap lamban berarti mati
Siapa yang bergerak,
merekalah yang di depan
Yang menunggu sejenak
sekalipun pasti tergilas.
(Iqbal)
Romansa adalah puisi yang
berisi luapan perasaan cinta kasih. Berasal dari bahasa Perancis Romantique
yang berarti keindahan perasaan; persoalan kasih sayang, rindu dendam, serta
kasih mesra
Elegi adalah puisi yang
berisi ratap tangis/kesedihan. Berisi sajak atau lagu yang mengungkapkan rasa
duka atau keluh kesah karena sedih atau rindu, terutama karena
kematian/kepergian seseorang.
Contoh:
Senja di Pelabuhan Kecil
Ini kali tidak ada yang
mencari cinta
di antara gudang, rumah tua,
pada cerita
tiang serta temali. Kapal,
perahu tiada berlaut
menghembus diri dalam
mempercaya mau berpaut
Gerimis mempercepat kelam.
Ada juga kelepak elang
menyinggung muram, desir
hari lari berenang
menemu bujuk pangkal akanan.
Tidak bergerak
dan kini tanah dan air tidur
hilang ombak.
Tiada lagi. Aku sendiri.
Berjalan
menyisir semenanjung, masih
pengap harap
sekali tiba di ujung dan
sekalian selamat jalan
dari pantai keempat, sedu
penghabisan bisa terdekap
(Chairil Anwar)
Satire adalah puisi yang
berisi sindiran/kritik. Berasal dari bahasa Latin Satura yang berarti sindiran;
kecaman tajam terhadap sesuatu fenomena; tidak puas hati satu golongan (ke atas
pemimpin yang pura-pura, rasuah, zalim etc)
Contoh:
Aku bertanya
tetapi
pertanyaan-pertanyaanku
membentur jidat
penyair-penyair salon,
yang bersajak tentang anggur
dan rembulan,
sementara ketidakadilan
terjadi
di sampingnya,
dan delapan juta kanak-kanak
tanpa pendidikan,
termangu-mangu dl kaki dewi
kesenian.
(WS Rendra)
Sedangkan macam-macam puisi
baru dilihat dari bentuknya antara lain:
Distikon, adalah puisi yang
tiap baitnya terdiri atas dua baris (puisi dua seuntai).
Contoh:
Berkali kita gagal
Ulangi lagi dan cari akal
Berkali-kali kita jatuh
Kembali berdiri jangan
mengeluh
(Or. Mandank)
Terzina, puisi yang tiap
baitnya terdiri atas tiga baris (puisi tiga seuntai).
Contoh:
Dalam ribaan bahagia datang
Tersenyum bagai kencana
Mengharum bagai cendana
Dalam bah’gia cinta tiba
melayang
Bersinar bagai matahari
Mewarna bagaikan sari
(Sanusi Pane)
Kuatrain, puisi yang tiap
baitnya terdiri atas empat baris (puisi empat seuntai).
Contoh :
Mendatang-datang jua
Kenangan masa lampau
Menghilang muncul jua
Yang dulu sinau silau
Membayang rupa jua
Adi kanda lama lalu
Membuat hati jua
Layu lipu rindu-sendu
(A.M. Daeng Myala)
Kuint, adalah puisi yang
tiap baitnya terdiri atas lima baris (puisi lima seuntai).
Hanya Kepada Tuan
Satu-satu perasaan
Hanya dapat saya katakan
Kepada tuan
Yang pernah merasakan
Satu-satu kegelisahan
Yang saya serahkan
Hanya dapat saya kisahkan
Kepada tuan
Yang pernah diresah
gelisahkan
Satu-satu kenyataan
Yang bisa dirasakan
Hanya dapat saya nyatakan
Kepada tuan
Yang enggan menerima
kenyataan
(Or. Mandank)
Sektet, adalah puisi yang
tiap baitnya terdiri atas enam baris (puisi enam seuntai).
Contoh:
Merindu Bagia
Jika hari’lah tengah malam
Angin berhenti dari bernapas
Sukma jiwaku rasa tenggelam
Dalam laut tidak terwatas
Menangis hati diiris sedih
(Ipih)
Septime, adalah puisi yang
tiap baitnya terdiri atas tujuh baris (tujuh seuntai).
Contoh:
Indonesia Tumpah Darahku
Duduk di pantai tanah yang
permai
Tempat gelombang pecah
berderai
Berbuih putih di pasir
terderai
Tampaklah pulau di lautan
hijau
Gunung gemunung bagus
rupanya
Ditimpah air mulia tampaknya
Tumpah darahku Indonesia
namanya
(Mohammad Yamin)
Oktaf/Stanza, adalah puisi
yang tiap baitnya terdiri atas delapan baris (double kutrain atau puisi delapan
seuntai).
Contoh:
Awan
Awan datang melayang
perlahan
Serasa bermimpi, serasa
berangan
Bertambah lama, lupa di diri
Bertambah halus akhirnya
seri
Dan bentuk menjadi hilang
Dalam langit biru gemilang
Demikian jiwaku lenyap
sekarang
Dalam kehidupan teguh tenang
(Sanusi Pane)
Soneta, adalah puisi yang
terdiri atas empat belas baris yang terbagi menjadi dua, dua bait pertama
masing-masing empat baris dan dua bait kedua masing-masing tiga baris. Soneta
berasal dari kata sonneto (Bahasa Italia) perubahan dari kata sono yang berarti
suara. Jadi soneta adalah puisi yang bersuara. Di Indonesia, soneta masuk dari
negeri Belanda diperkenalkan oleh Muhammad Yamin dan Roestam Effendi, karena
itulah mereka berdualah yang dianggap sebagai ”Pelopor/Bapak Soneta Indonesia”.
Bentuk soneta Indonesia tidak lagi tunduk pada syarat-syarat soneta Italia atau
Inggris, tetapi lebih mempunyai kebebasan dalam segi isi maupun rimanya. Yang
menjadi pegangan adalah jumlah barisnya (empat belas baris).
Contoh:
Gembala
Perasaan siapa ta ‘kan nyala
( a )
Melihat anak berelagu
dendang ( b )
Seorang saja di tengah
padang ( b )
Tiada berbaju buka kepala (
a )
Beginilah nasib anak gembala
( a )
Berteduh di bawah kayu nan
rindang ( b )
Semenjak pagi meninggalkan
kandang ( b )
Pulang ke rumah di senja
kala ( a )
Jauh sedikit sesayup sampai
( a )
Terdengar olehku bunyi
serunai ( a )
Melagukan alam nan molek
permai ( a )
Wahai gembala di segara
hijau ( c )
Mendengarkan puputmu
menurutkan kerbau ( c )
Maulah aku menurutkan dikau
( c )
(Muhammad Yamin)
Puisi
kontemporer
Kata kontemporer secara umum
bermakna masa kini sesuai dengan perkembangan zaman atau selalu menyesuaikan
dengan perkembangan keadaan zaman. Selain itu, puisi kontemporer dapat
diartikan sebagai puisi yang lahir dalam kurun waktu terakhir. Puisi
kontemporer berusaha lari dari ikatan konvensional puisi itu sendiri. Puisi
kontemporer seringkali memakai kata-kata yang kurang memperhatikan santun
bahasa, memakai kata-kata makin kasar, ejekan, dan lain-lain. Pemakaian
kata-kata simbolik atau lambang intuisi, gaya bahasa, irama, dan sebagainya
dianggapnya tidak begitu penting lagi.
Tokoh-tokoh puisi
kontemporer di Indonesia saat ini, yaitu sebagai berikut:
Sutardji Calzoum Bachri
dengan tiga kumpulan puisinya O, Amuk, dan O Amuk Kapak
Ibrahim Sattah dengan
kumpulan puisinya Hai Ti
Hamid Jabbar dengan kumpulan
puisinya Wajah Kita
Puisi kontemporer dibedakan
menjadi 3 yaitu
Puisi mantra adalah puisi
yang mengambil sifat-sifat mantra. Sutardji Calzoum Bachri adalah orang yang
pertama memperkenalkan puisi mantra dalam puisi kontemporer. Ciri-ciri mantra
adalah:
Mantra bukanlah sesuatu yang
dihadirkan untuk dipahami melainkan sesuatu yang disajikan untuk menimbulkan
akibat tertentu
Mantra berfungsi sebagai
penghubung manusia dengan dunia misteri
Mantra mengutamakan efek
atau akibat berupa kemanjuran dan kemanjuran itu terletak pada perintah.
Contoh:
Shang Hai
ping di atas pong
pong di atas ping
ping ping bilang pong
pong pong bilang ping
mau pong? bilang ping
mau mau bilang pong
mau ping? bilang pong
mau mau bilang ping
ya pong ya ping
ya ping ya pong
tak ya pong tak ya ping
ya tak ping ya tak pong
sembilu jarakMu merancap
nyaring
(Sutardji Calzoum Bachri
dalam O Amuk Kapak, 1981)
Puisi mbeling adalah bentuk
puisi yang tidak mengikuti aturan. Aturan puisi yang dimaksud ialah
ketentuan-ketentuan yang umum berlaku dalam puisi. Puisi ini muncul pertama
kali dalam majalah Aktuil yang menyediakan lembar khusus untuk menampung sajak,
dan oleh pengasuhnya yaitu Remy Silado, lembar tersebut diberi nama "Puisi
Mbeling". Kata-kata dalam puisi mbeling tidak perlu dipilih-pilih lagi.
Dasar puisi mbeling adalah main-main. Ciri-ciri puisi mbeling adalah:
Mengutamakan unsur kelakar;
pengarang memanfaatkan semua unsur puisi berupa bunyi, rima, irama, pilihan kata
dan tipografi untuk mencapai efek kelakar tanpa ada maksud lain yang
disembunyikan (tersirat).
Contoh:
Sajak Sikat Gigi
Seseorang lupa menggosok
giginya sebelum tidur
Di dalam tidur ia bermimpi
Ada sikat gigi
menggosok-gosok mulutnya supaya terbuka
Ketika ia bangun pagi hari
Sikat giginya tinggal
sepotong
Sepotong yang hilang itu
agaknya
Tersesat di dalam mimpinya
dan tak bisa kembali
Dan ia berpendapat bahwa,
kejadian itu terlalu berlebih-lebihan
(Yudhistira Ardi Nugraha
dalam Sajak Sikat Gigi, 1974)
Menyampaikan kritik sosial
terutama terhadap sistem perekonomian dan pemerintahan.
Menyampaikan ejekan kepada
para penyair yang bersikap sungguh-sungguh terhadap puisi. Dalam hal ini,
Taufik Ismail menyebut puisi mbeling dengan puisi yang mengkritik puisi.
Puisi konkret adalah puisi
yang disusun dengan mengutamakan bentuk grafis berupa tata wajah hingga
menyerupai gambar tertentu. Puisi seperti ini tidak sepenuhnya menggunakan
bahasa sebagai media. Di dalam puisi konkret pada umumnya terdapat lambang-lambang
yang diwujudkan dengan benda dan/atau gambar-gambar sebagai ungkapan ekspresi
penyairnya.
Contoh:
Doktorandus Tikus I
selusin toga
me
nga
nga
seratus tikus berkampus
diatasnya
dosen dijerat
profesor diracun
kucing
kawin
dan bunting
dengan predikat
sangat memuaskan
(F.Rahardi dalam Soempah
WTS, 1983)
Penyusunan puisi kontemporer
sebagai puisi inkonvensional ternyata juga perlu memerhatikan beberapa unsur
sebagai berikut:
Unsur bunyi; meliputi
penempatan persamaan bunyi (rima) pada tempat-tempat tertentu untuk
menghidupkan kesan dipadu dengan repetisi atau pengulangan-pengulangannya.
Tipografi; meliputi
penyusunan baris-baris puisi berisi kata atau suku kata yang disusun sesuai
dengan gambar (pola) tertentu.
Enjambemen; meliputi
pemenggalan atau perpindahan baris puisi untuk menuju baris berikutnya.
Kelakar (parodi); meliputi
penambahan unsur hiburan ringan sebagai pelengkap penyajian puisi yang pekat
dan penuh perenungan (kontemplatif).
Sumber: Wikipedia bahasa
Indonesia, ensiklopedia bebas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar